"MAN JADDA WA JADDA" SETIAP USAHA YANG SUNGGUH-SUNGGUH PASTI AKAN BERHASIL NOTHING IMPOSSIBLE

Jumat, 24 Mei 2013



1.    Provinsi DI Aceh
Rumah Adat : Rumah Krong Bade

Jika di Bali hampir semua rumah mempunyai ornamen ukiran yang terdapat dalam rumah adat tersebut, tidak semua rumah adat Aceh memiliki ukiran, dan kalaupun rumah-rumah tersebut memiliki ukiran bentuknya tidak sama. Hal ini bergantung pada kemampuan ekonomi si empunya rumah. Jika pemilik rumah mempunyai kemampuan ekonomi yang di atas rata-rata, biasanya mereka akan memiliki rumah dengan ukir-ukiran yang bagus dan mewah. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang mempunyai kemampuan ekonomi pas-pas an atau rata-rata, maka tidak terdapat begitu banyak ukir-ukiran di rumahnya.
Menurut keterangan banyak warga Aceh, jumlah rumah adat Aceh yang ada di Aceh saat ini menurun drastis. Kebanyakan warga Aceh lebih memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal tersebut dikarenakan banyak warga merasa rumah Krong Bade membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam pembangunannya, juga butuh banyak tenaga untuk proses perawatannya. Fenomena ini sudah berlangsung sejak 30 tahun hingga sekarang. Hungga tahun 1980, orang-orang Aceh masih bisa mendapatkan kayu sebaga material utama dalam membangun Krong Bade. Sekarang, orang-orang lebih memilih membangun rumah modern karena jumlah biaya yang digunakan separuh dari uang yang dikeluarkan untuk Krong Bade.




2.  Provinsi Sumatera Utara / Sumut
Rumah Adat Tradisional : Rumah balai batak toba


Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau. Rumah adat suku bangsa Batak bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di Samosir.

3.    Provinsi Sumatera Barat.
Rumah Adat: Rumah gadang


Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.

4.Provinsi Riau dan provinsi kepulauan Riau
 Rumah Adat : Rumah melayu selaso jatuh kembar


Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid. Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.

5. Provinsi Jambi
Rumah Adat : Rumah panggung

Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.

6. Sumatra selatan
 Rumah Adat  : Rumah limas

Merupakan rumah panggung kayu. Dalam bahasa Palembang berarti lama atau kuno, dari segi arstitektur disebut rumah limas karena bentuk atapnya yang berupa limasan. Ada dua jenis rumah limas di Sumatra selatan, yaitu rumah limas yang dibangun dengan ketinggian berbeda dan sejajat, rumah limas yang ketinggian sejajar sering disebut rumah ulu. Bangunan rumah limas memakai bahan kayu unglen atau merbau yang tahan air.
8. Bengkulu
    Rumah adat : Rumah bubungan lima

Dalam bahasa melayu Bengkulu, rumah tempat tinggal dinamakan juga “Rumah”. Rumah tradisional Bengkulu termasuk tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir. Disamping itu kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga berfungsi sebagai kandang hewan ternak.

9. Lampung
  Rumah adat : Nuwo sesat

Rumah adat pribumi Lampung bernama Sessat. Bentuk bangunan dimaksud berdasarkan keasliannya mempunyai ciri-ciri fisik berbentuk panggung bertiang yang bahan bangunannya sebagian besar terbuat dari kayu. Pada sisi bangunan tertentu ada yang memiliki ornamen yang khas. Umumnya sessat ini berupa rumah besar. Namun dewasa ini, rumah-rumah adat (sessat) di kampung-kampung penduduk asli Lampung sebagian besar dibangun tidak bertiang/depok (berlantai di tanah). Sedangkan fungsinya tetap sama.Secara umum bentuk bangunan tempat tinggal di lingkungan masyarakat pribumi Kabupaten Lampung boleh di bilang cukup beraneka ragam. Keanekaragaman ini sesuai dengan pola serta seni pertukangan yang ada. Kanyataan itu dapat di lihat dari keragaman bentuk rumah (bahasa daerah: rumah= nuwo) yang didirikan oleh warga setempat sebagai tempat tinggal/berdiam, mengembangkan keturunan/berkeluarga dan sebagainya. Bervariasinya bentuk serta ukuran rumah merupakan keanekaragaman bangunan yang dimiliki oleh penduduk setempat. Rumah pulalah banyak hal dapat dilakukan. Dari bentuk serta ukuran rumah juga taraf hidup bisa di lihat. Sedangkan ukurannya tidak tentu. Bisa saja tergantung dari luas tanah, kemampuan, kebutuhan dan lain-lain.
Sebagai tempat menetap, rumah sangat penting artinya. Namun nampaknya walaupun demikian, bentuk-bentuknya juga dari waktu ke waktu turut mengikuti perkembangan. Beberapa model bangunan rumah tempo dulu mempunyai karekteristik, yaitu berbentuk panggung bertiang. Sebagai tempat tinggal, bentuk bangunan rumah masyarakat pribumi Lampung nampaknya memiliki persamaan dengan rumah-rumah di lingkungan penduduk asli lainnya di Provinsi Lampung. Tapi kini, nuwo-nuwo itu banyak sekali mengalami perubahan, mulai dari bentuk bangunan yang banyak berlantai tanah/depok (tak bertiang) hingga ornamen lainnya yang tak lagi bercirikan kultur Lampung. Peradaban telah pula membawa perubahan terhadap seni bangunan rumah dilingkungan pribumi masyarakat Lampung yang semakin majemuk.
10.    DKI Jakarta
Rumah adat : Rumah Kebaya

Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah panggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah.
Lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah.
Ruang-ruang terbagi dengan hirarki dari sifat publik di bagian depan menuju sifat privat dan service di bagian belakang. Beranda depan adalah tempat untuk menerima tamu dan bersantai bagi keluarga yang diberi nama ‘amben’. Lantai teras depan yang bernama ‘gejogan’ selalu dibersihkan dan siap digunakan untuk menerima dan menghormati tamu. Gejogan dihubungkan tangga yang disakralkan oleh masyarakat betawi dengan nama ’balaksuji’, sebagai satu-satunya lokasi penting untuk mencapai rumah. Ruang berikutnya adalah kamar tamu yang dinamakan ‘paseban’. Setelah ruang tamu terdapat ruang keluarga yang berhubungan dengan dinding-dinding kamar, ruang ini dinamakan ‘pangkeng’. Selanjutnya ruang-ruang berfungsi sebagai kamar-kamar tidur dan terakhir adalah dapur yang diberi nama ‘srondoyan’
        
11.    Provinsi Jawa Barat
 Rumah adat: Rumah Kasepuhan Cirebon


Keraton Kasepuhan Cirebon merupakan tapak sejarah penting. Ia merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. Mula didirikan oleh Pangeran Cakrabuwana dengan nama Keraton Pakungwati, kemudian diperluas dan diperbaharui oleh Sunan Gunung Jati pada 1483 M. Kini, keraton masih lestari dengan segenap peninggalannya dan arsitektur yang bernilai tinggi.
Seperti daerah pesisir umumnya, Pelabuhan Cirebon pada masa lalu dikenal sebagai pusat perdagangan internasional. Kota Cirebon pun banyak disinggahi para pedagang dan saudagar. Menurut catatan, sebutan Cirebon berasal dari kata "caruban" yang artinya campuran. Sebab kala itu, banyak pedagang dan saudagar dari berbagai bangsa yang berbaur dan menetap di kota itu. Kemudian terciptalah akulturasi budaya.

12.    Provinsi Banten.
Rumah Adat : Rumah Badui

Rumah adat Banten adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.

13.    Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta
 Rumah Adat : Rumah Joglo.

Secara sosial, dulunya tidak banyak yang mempunyai rumah adat dikarenakan rumah ini merupakan lambang status sosial bagi orang-orang Jawa yang mempunya kemampuan ekonomi yang berlebih. Rumah Joglo adalah jenis rumah yang membutuhkan banyak bahan materi rumah yang mahal, terutama dari kayu. Umumnya pemilik rumah Joglo dulunya berasal dari kalangan ningrat atau bangsawan. Rumah jenis ini biasanya juga membutuhkan lahan yang luas dikarenakan beberapa bagian rumahnya digunakan untuk menerima tamu atau memuat banyak orang.
Bagian-bagian dalam Rumah Adat Jawa Tengah
Umumnya bagian rumah adat Jawa Tengah terdiri dari tiga bagian utama: pendhopo, pringgitan, dan omah ndalem atau omah njero. Pendhopo adalah bagian rumah yang biasanya digunakan untuk menerima tamu. Pringgitan adalah bagian ruang tengah yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit; berasal dari akar kata “ringgit” yang artinya wayang kulit. Bagian ketiga adalah omah ndalem atau omah njero, yang merupakan ruang keluarga. Dalam omah njero terdapat tiga buah kamar (senthong), yaitu senthong kanan, tengah, dan kiri.
joglo adalah jenis rumah adat suku Jawa yang terlihat sederhana dan digunakan sebagai lambang atau penanda status sosial seorang priyayi atau bangsawan Jawa. Rumah ini mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri dengan adanya tiang-tiang penyangga atau soko guru, beserta tumpang sari nya. Setiap bagian rumah merepresentasikan fungsi yang berbeda, yang dibangun di atas lahan yang luas juga; oleh karena itu, rumah ini hanyalah dipunyai orang dari kalangan berpunya saja. Beberapa hal penting lain tentang rumah adat Jawa Tengah dapat anda cari dari sumber lain, dari wikipedia.
Jenis joglo:
a.       Joglo limasan kawakan
b.      Joglo sinom
c.       Joglo jompongan
d.      Joglo pangrawit
e.       Joglo mangkurat
f.       Joglo hageng
g.      Joglo semar tinandhu



14.    Provinsi Bali
Rumah Adat : Rumah Gapura Candi Bentar

Ada filosofi yang terkandung di balik pembangunan rumah adat Bali. Rumah adat yang ada di Bali merupakan cerminan akan kondisi masyarakat yang ada. Ada 3 aspek atau nilai yang harus dikandung dalam rumah adat di Bali. Menurut masyarakat Bali, keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat akan terwujud jila seseorang mampu mewujudkan hubungan yang sinergis antara pawongan (penghuni rumah), palemahan (lingkungan dari tempat rumah itu berada), dan parahyangan. Pembangunan rumah di Bali harus memenuhi ketiga aspek tersebut, yang biasa disebut sebagai Tri Hita Karana.
Kebanyakan rumah adat Bali selain dibangun atas dasar ketiga aspek tadi, juga dibangun dan dihias dengan pernak pernik seperti ukir-ukiran kayu berwarna kontras namun terkesan alami. Dalam setiap hiasan atau pernak-pernik yang ada di sebuah rumah adat di Bali, ada filosofi atau makna yang dianut: misalnya adanya patung-patung yang merupakan simbol pemujaan mereka terhadap sang pencipta, atau ucapan terima kasih terhadap dewa-dewi.





15.    Provinsi Nusa Tenggara Barat
Rumah Adat : Dalam loka samawa

Rumah kuno tersebut terbuat dari kayu yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III (sekitar tahun 1885 M). Saat ini digunakan/dimanfaatkan sebagai "Museum Daerah Sumbawa" tempat penyimpanan benda-benda sejarah Kabupaten Sumbawa. Istana ini merupakan dua bangunan kembar ditopang atas tiang kayu besar sebanyak 99 buah, sesuai dengan sifat Allah dalam Al - Qur'an (Asma'ul Husna). Di Dalam Loka ini kita dapat melihat ukiran motif khas daerah Samawa, sebagai ornamen pada kayu bangunannya. Miniatur Dalam Loka ini dapat dilihat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Sebelum Dalam Loka dibangun di atas lokasi yang sama pernah dibangun pula beberapa istana kerajaan pendahulu. Diantaranya Istana Bala Balong, Istana Bala Sawo dan Istana Gunung Setia. Istana-istana ini telah lapuk dimakan usia bahkan diantaranya ada yang terbakar habis di makan api. Sebagai gantinya, dibangunlahsebuah istana kerajaan yang cukup besar ukurannya beratap kembar serta dilengkapi dengan berbagai atribut. Istana yang dibangun terakhir ini bernama Dalam Loka.
   Tidak jauh dari Istana Tua, sekitar 500 meter kearah utara pada tahun 1934 dibangun sebuah istana modern oleh Belanda.Hingga kini istana yang lebih populer disebut Wisma Praja atau Pendopo Kabupaten itu masih berdiri kokoh. Wisma Praja ini sempat menjadi kantor terakhir Sultan Sumbawa, dibagian depannya ada sebuah bangunan bertingkat tiga yang juga sangat unik. 

Bangunan ini dikenal dengan " Bale Jam " atau rumah lonceng, karena dilantai 3 bagunan ini tergantung lonceng berukuran besar yang khusus didatangkan dari Belanda. Genta ini setiap waktu dibunyikan oleh seorang petugas, sehingga semua warga mengetahui waktu saat itu. Sekarang tidak lagi terdengar suara lonceng, Setelah itu keluarga Sultan Kaharuddin III pindah ke Bala Kuning, ini adalah sebuah rumah besar ber-cat kuning didiami sultan Sumbawa hingga beliau wafat.


 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kalau suka sama blog ini di mohon komentar nya ya,,,,